Sabtu, 27 April 2013

CYBERCRIME CARDING ( Indra Gunturi P.W / 12103343 )


Kejahatan menggunakan fasilitas internet berkembang pesat di Indonesia, sementara masih terdapat celah pada sistem hukum dan lemahnya sistem pengawasan atas kejahatan ini. Kejahatan tersebut, salah satunya adalah credit card fraudulent di internet atau lebih populer disebut carding. Carding adalah suatu bentuk kejahatan yang menggunakan kartu kredit orang lain untuk dibelanjakan tanpa sepengetahuan pemiliknya.
Perkembangan kasus carding di Indonesia bergerak dengan sangat cepat. Berdasarkan hasil riset dari Clear Commerce Inc, sebuah perusahaan teknologi informasi (TI) yang berbasis di Texas, AS, pada tahun 2005, Indonesia berada pada posisi ke-2 teratas sebagai negara asal carder terbanyak di dunia. Masih menurut riset dari Clear Research Inc tahun 2005, negara yang menempati urutan pertama sebagai negara asala carder ialah Ukraina. Dengan maraknya kasus carding yang terjadi di Indonesia, hal ini menimbulkan image buruk bagi produsen maupun distributor barang-barang yang diperjual belikan melalui internet. Sehingga banyak diantara mereka yang tidak mau mengirimkan barang pesanan di internet dengan alamat tujuan Indonesia. Namun hal ini tidak membuat para carder kehulangan ide, ini terbukti dengan pergeseran modus operandi yang dilakukan para carder dalam melakukan carding. Berikut ini modus operandi yang dilakukan oleh para carder :
1.                  Modus I : 1996 – 1998, para carder mengirimkan barang carding mereka langsung ke suatu alamat di Indonesia.
2.            Modus II : 1988 – 2000, para carder tidak lagi secara langsung menuliskan Indonesia pada alamat pengiriman, tetapi menuliskan nama negara lain. Kantor pos negara lain tersebut akan meneruskan kiriman yang “salah tujuan” tersebut ke indonesia. Hal ini dilakukan oleh para carder karena semakin banyak merchant di internet yang menolak mengirim produknya ke Indonesia.
3.             Modus III : 2000 – 2002, para carder mengirimkan paket pesanan mereka ke rekan mereke yang berada di luar negeri. Kemudian rekan mereka tersebut akan mengirimkan kembali paket pesanan tersebut ke Indonesia secara normal dan legal. Hal ini dilakukan oleh carder selain karena modus operandi mereka mulai tercium oleh aparat penegak hukum, juga disebabkan semakin sulitnya mencari merchant yang bisa mengirim produknya ke Indonesia.
4.           Modus IV : 2002 – sekarang, para carder lebih mengutamakan mendapatkan uang tunai. Caranya adalah dengan mentransfer sejumlah dana dari kartu kredit bajakan ke sebuah rekening di PayPal.com. Kemudian dari PayPal, dana yang telah terkumpul tersebut mereka kirimkan ke rekening bank yang telah mereka tunjuk sebelumnya.
Sudah jelas kejahatan carding ini bukan hanya merugikan si pemilik Credit card (korban langsung), tetapi negara tempat terjadinya TKP juga menjadi korban, karena nama negara tersebut terkenal dengan banyaknya para carder yang beraktifitas di negara tersebut. Hal ini juga merugikan bagi penduduk Indonesia yang benar-benar ingin membeli barang dari luar Indonesia. Karena dengan maraknya kasus carding ini, pihak merchant yang ada diluar negeri menolak untuk mengirimkan barang pesanan untuk masuk ke indonesia.
Kejahatan carding ini murni kejahatan lintas-negara (trans-national crime). Saat penanganannya, timbul kesulitan ketika banyak warga negara asing yang menjadi korban carding harus datang ke Indonesia untuk melaporkan dan memberikan keterangan kejadian yang dialaminya. Kesulitan bagi pelapor warga negara asing ini karena ia harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk terus-menerus ke Indonesia berkaitan penyidikan kasusnya. Hal inilah, yang mengakibatkan banyaknya dark number kasus-kasus carding yang terjadi.

2.1.1.   Ruang Lingkup Carding
            Pada kejahatan carding ini, para carder tentunya memperoleh nomor dan identitas kartu kredit orang lain dengan cara ilegal, biasanya dengan mencuri data di internet. Kartu kredit tersebut diperoleh dengan cara meminta dari carder lain (dengan catatan harus tergabung dalam komunitas carder pada server IRC tertentu), ataupun dengan menggunakan kemampuan social engineering yang dimiliki oleh carder. Berikut ini pihak yang terkait dalam ruang lingkup perilaku carding antara lain :
 
1.                  Carder
Carder adalah pelaku dari carding, carder menggunakan e-mail, banner arau pop-up window untuk menipu netter ke situs web palsu, dimana netter diminta untuk memberikan informasi pribadinya. Tekink umum yang sering digunakan oleh para carder dalam aksi pencurian adalah membuat situs atau e-mail palsu atau disebut juga phising dengan tujuan memperoleh informasi nasabah seperti nomor rekening, PIN (Personal Identification Number), atau password. Pelaku kemudian melakukan kofigurasi PIN atau password setelah memperoleh informasi dari nasabah, sehingga dapat mengambil dana dari nasabah tersebut. Target carder yaitu pengguna layanan internet banking atau situs-situs iklan, jejaring sosial, online shopping dan sejenisnya yang ceroboh dan tidak teliti dalam melakukan transaksi secara online melalui situs internet. Carder mengiring sejumlah email ke target sasaran dengan tujuan untuk meng up-date atau mengubah user ID dan PIN nasabah melalui internet. E-mail tersebut terlihat seperti dikirim dari pihak resmi, sehingga nasabah seringkali tidak menyadari kalau sebenarnya sedang ditipu. Pelaku carding mempergunkan fasilitas internet dalam mengembangkan teknologi informasi tersebut dengan tujuan yaitu menimbulkan rusaknya lalulintas mayantara (cyberspace) demi terwujudnya tujuan tertentu antara lain keuntungan pelaku dengan merugikan orang lain disamping membuat, ataupun menerima informasi tersebut.

2.                  Netter
Netter adalah pengguna internet, dalam hal ini adalah penerima email (nasabah sebuah bank) yang dikirimkan oleh para carder.

Cracker
3.          Cracker adalah sebutan untuk orang yang mencuri kelemahan sistem dam memasukinya untuk kepentingan pribadi dan mencari keuntungan dari sistem yang dimasuki seperti pencurian data, penghapusan, penipuan dan banyak yang lainnya.

4.                  Bank
Bank adalah badan hukum yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank juga merupakan pihak yang menerbitkan kartu kredit / debit dan sebagai pihak penyelenggara mengenai transaksi online, e-commerce, internet banking dan lain-lain

2.1.2.   Algoritma Luhn
            Para carder menggunakan nomor kartu kredit orang lain untuk melakukan aksinya, tentunya para carder harus mengetahui apakah kartu kredit yang mereka ketahui nomornya itu merupakan nomor kartu kredit yang benar atau palsu. Dalam pngecekan nomor kartu kredit yang mereka dapatkan tersebut benar atau palsu, para carder menggunakan suatu algoritma untuk mendeteksinya, yaitu yang dikenal dengan Algoritma Luhn. Algoritma Luhn adalah sebuah program algoritma cek digit kartu kredit yang dikembangkan oleh seorang ilmuan bernama Hans Peter Luhn. Sampai saat ini fungsi-fungsi dari algoritma ini masih berlaku untuk produk kartu kredit di berbagai negara termasuk Indonesia.
            Algoritma Luhn ini membutuhkan 3 langkah utama yang sangat sederhana tetapi sangat luar biasa untuk membuktikan apakah sebuah nomor kartu kredit adalah palsu atau benar. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
1.                  Kalikan dua setiap nilai untuk digit posisi ganjil (1 - 3 - 5 - 7 - 9 - 11 - 13 - 15). Jika hasilnya lebih dari 9 maka kurangi dengan 9. Atau bagi yang suka main togel, hasilnya Anda carikan saja angka dasarnya. Karena dalam permainan togel bahkan ilmu pengetahuan angka dasar hanya ada 9 yakni 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9. Dan perhitungan togel untuk angka dasar adalah jika angka itu sudah melewati 9 maka tinggal ditambahkan saja lalu jadikan lagi angka awal. Contoh misalnya 10 = 1 + 0 = 1, 18 = 1 + 8 = 9, 45 = 4 + 5 = 9, dst. Setelah itu jumlahkan semua angka yang dihasilkan atau didapatkan.
2.                  Jumlahkan semua nilai untuk digit posisi genap atau Anda masukkan hasil langkah pertama menggantikan posisi digit sebelumnya.
3.                  Jumlahkan hasil langkah pertama dan kedua lalu bagikan dengan nilai 10. Jika habis terbagi maka nomor-nomor kartu kredit tersebut adalah valid (benar).
            Umumnya nomor kartu kredit memiliki 16 digit termasuk kartu kredit untuk pasar Indonesia. Tetapi untuk negara-negara tertentu mungkin saja ada kartu kredit yang nomornya di bawah 16 digit seperti 13 digit, 12 digit, dsb. Perlu diingat bahwa pengecekan valid atau tidaknya sebuah nomor kartu kredit biasanya dilakukan oleh mafia kartu kredit untuk mengetahui apakah sebuah kartu kredit bisa dipergunakan atau tidak. Pada waktu dulu ketika bank-bank atau penerbit kartu kredit belum memperketat sistem pengamanannya, pengecekan validitas sebuah nomor kartu kredit menjadi pekerjaan yang serius dan menantang. Alasannya karena waktu dulu hanya bermodalkan nomor sebuah kartu kredit kita bisa membobol rekening kartu kredit tersebut. Dulu transaksi lewat Internet cukup menggunakan nomor kartu kredit dan nama nasabah saja, terutama untuk negara-negara maju. Tentu saat ini sudah tidak bisa dipergunakan lagi, butuh banyak lagi verifikasi lainnya seperti alamat penagihan, kode pengaman di belakang kartu, dsb.

2.1.3.   Cara Menanggulangi Carding
Kejahatan carding menggunakan jaringan internet dalam melancarkan aksinya, yang tentu saja sangat sulit di deteksi. Bahkan kita pun baru mengetahui bahwa kita menjadi korban setelah kita melakukan pengecekan kartu kredit. Untuk itu lebih baik kita mencegah menjadi korban daripada terlanjur menjadi korban carding. Berikut beberapa cara menanggulanginya :
1.                  Extrapolasi
Seperti yang diketahui, 16 digit nomor kartu kredit memiliki pola algoritma tertentu. Extrapolasi dilakukan pada sebuah kartu kredit yang biasa disebut sebagai kartu master, sehingga dapat diperoleh nomor kartu kredit lain yang nantinya digunakan untuk bertransaksi. Namun, metode ini bisa dibilang sudah kadaluwarsa, dikarenakan berkembangnya piranti pengaman dewasa ini.
2.                  Seperti yang diketahui, 16 digit nomor kartu kredit memiliki pola algoritma tertentu. Extrapolasi dilakukan pada sebuah kartu kredit yang biasa disebut sebagai kartu master, sehingga dapat diperoleh nomor kartu kredit lain yang nantinya digunakan untuk bertransaksi. Namun, metode ini bisa dibilang sudah kadaluwarsa, dikarenakan berkembangnya piranti pengaman dewasa ini.
3.                  Jangan pernah anda berikan data anda begitu saja dan cek selalu rekening anda.Curigailah segala keganjilan
4.                  Pastikan anda telah melakukan log out di email,account dan social network.
5.                  Pastikan anda telah memusnahkan struk pada saat anda belanja dan mengambil uang di mesin atm.
6.                  Pelajari jurus-jurus tindak kejahatan sebagai tameng anda dan bukanlah untuk kriminal.

0 komentar:

Posting Komentar