Kasus 1 :
Kasus Carding – Kartu Kredit Polisi Mabes Kena Sikat
Reporter: Ni Ketut Susrini detikcom – Jakarta,
Kejahatan memang tak pandang
bulu, terlebih kejahatan di internet. Di dunia maya ini, Polisi dari
Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) pun kebobolan
kartu kredit. Brigjen Pol Gorries Mere, yang saat ini menyandang jabatan
Direktur IV Narkoba Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, dikabarkan
menjadi korban kasus carding. Sampai berita ini diturunkan, Gorries Mere
tidak berhasil dihubungi untuk diminta konfirmasinya.
Ketika dikonfirmasi ke
Setiadi, Penyidik di Unit Cybercrime Mabes Polri, pihaknya membenarkan
hal itu. “Memang ada laporan kalau pak Gorries Mere menjadi korban
carding. Tapi saya belum lihat detil laporannya di e-mail saya,” kata
Setiadi kepada detikcom, Minggu (27/3/2005).
Menurut Setiadi, kejadiaannya
berlangsung melalui warung internet di Semarang, Jawa Tengah. Dan kasus
ini sudah ditangani oleh Poltabes Semarang. Tapi dia tidak menceritakan
lebih lengkap, dengan alasan untuk melindungi informasi yang akan
digunakan dalam penyidikan. Selain itu, Setiadi mengaku bahwa pihaknya
masih harus mengonfirmasikan hal tersebut dengan penyidik dari Poltabes
Semarang. Keterangan dari sumber yang dekat dengan Mabes Polri
mengatakan, kartu kredit Gorries Mere diperkirakan telah digunakan
sebanyak Rp 10 juta.
Kejahatan carding bermodus
memanfaatkan kartu kredit orang lain untuk berbelanja di internet.
Korbannya memang bisa siapa saja, selama memiliki dan menggunakan kartu
kredit. Apa yang dialami Gorries Mere membuktikan bahwa seorang aparat
keamanan sekali pun, tidak bisa berkelit dari hal ini. Selama ini,
kejahatan carding memang telah merajalela di Indonesia. Hal ini malah
mengantar Indonesia sebagai salah satu negara dengan kasus carding
terbanyak di dunia.
Tidak hanya sampai disitu,
perusahaan pembayaran online internasional, Paypal, bahkan tidak
menerima segala macam kartu kredit asal Indonesia untuk bertransaksi di
internet. Meski kondisinya sudah sedemikian parah, tidak ada kasus
carding yang berhasil diseret ke pengadilan. Tidak hanya itu,
undang-undang untuk menindak hal ini pun tak kunjung diresmikan.
Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), sudah
berumur empat tahun dari sejak dirumuskan. Namun begitu, nasibnya masih
belum jelas. Kondisi ini disesalkan banyak pihak karena diyakini akan
menghalangi langkah Indonesia untuk masuk ke percaturan e-commerce
dunia. (nks)
Kasus 2 :
Data di Mabes Polri, dari
sekitar 200 kasus cyber crime yang ditangani hampir 90 persen didominasi
carding dengan sasaran luar negeri. Aktivitas internet memang lintas
negara. Yang paling sering jadi sasaran adalah Amerika Serikat,
Australia, Kanada dan lainnya. Pelakunya berasal dari kota-kota besar
seperti Yogyakarta, Bandung, Jakarta, Semarang, Medan serta Riau. Motif
utama adalah ekonomi.
Kasus pembobolan kartu kredir,
Rizky Martin, 27, alias Steve Rass, 28, dan Texanto alias Doni Michael
melakukan transaksi pembelian barang atas nama Tim Tamsin Invex Corp,
perusahaan yang berlokasi di AS melalui internet. Keduanya menjebol
kartu kredit melalui internet banking sebesar Rp350 juta. Dua pelaku
ditangkap aparat Cyber Crime Polda Metro Jaya pada 10 Juni 2008 di
sebuah warnet di kawasan Lenteng Agung, Jaksel. Awal Mei 2008 lalu,
Mabes Polri menangkap hacker bernama Iqra Syafaat, 24, di satu warnet di
Batam, Riau, setelah melacak IP addressnya dengan nick name Nogra alias
Iqra. Pemuda tamatan SMA tersebut dinilai polisi hanya mengandalkan
scripts modifikasi gratisan hacking untuk melakukan aksinya dan cukup
dikenal di kalangan hacker.
Dia pernah menjebol data sebuah
website lalu menjualnya ke perusahaan asing senilai Rp600 ribu dolar
atau sekitar Rp6 miliar Dalam pengakuannya, hacker lokal ini sudah
pernah menjebol 1.257 situs jaringan yang umumnya milik luar negeri.
Bahkan situs Presiden SBY pernah akan diganggu, tapi dia mengurungkan
niatnya. Kasus lain yang pernah diungkap polisi pada tahun 2004 ialah
saat situs milik KPU (Komisi Pemilihan Umum) yang juga diganggu hacker.
Tampilan lambang 24 partai diganti dengan nama ‘partai jambu’, ‘partai
cucak rowo’ dan lainnya. Pelakunya, diketahui kemudian, bernama Dani
Firmansyah,24, mahasiswa asal Bandung yang kemudian ditangkap Polda
Metro Jaya. Motivasi pelaku, konon, hanya ingin menjajal sistem
pengamanan di situs milik KPU yang dibeli pemerintah seharga Rp 200
miliar itu. Dan ternyata berhasil.